Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Penguatan Institusi: Dari Kooptasi Rejim, Kemandirian dan Penguatan Etik Penyelenggara
Abstract
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana untuk melakukan seleksi kepemimpinan, melalui Pemilu yang beradab dan bermartabatlah kepemimpinan politik dapat dihasilkan. Suatu Pemilu dapat dilaksanakan dengan keadaban apabila ada satu lembaga penyelenggara yang bersifat tetap dan mandiri, selama Pemilu Orde Baru, lembaga penyelenggara yang mandiri tidak pernah terwujud, pelaksana (Pemerintah) dan pengawas (Kejaksaan) Pemilu adalah usnur pemerintah. Penyelenggara Pemilu yang mandiri baru terlembaga pasca amandemen ketiga UUD 1945 dan lahirnya UU Pemilu. Sejak Pemilu 2004, Lembaga penyelenggara (Komisi Pemilihan Umum [KPU]) bersifat nasional, tetap dan mandiri. Kelembagaan KPU mengalami penguatan seiring dengan proses politik bangsa, meskipun ada upaya untuk melemahkan melalui UU Pemilu. Selain kelembagaan KPU yang mengalami penguatan, juga dimensi etik penyelenggara menjadi pusat perhatian dalam merumuskan regulasi. Dalam UU No. 7/2017 dengan sangat baik disebut bahwa standar etik penyelenggara mencakup prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efisen. Sementara aspek sumberdaya penyelenggara memperoleh penguatan, baik melalui orientasi tugas bagi komisioner maupun melalui pendidikan pascasarjana bagi staf sekretariat, penguatan pengetahuan dan pemahaman penyelenggara mengenai demokrasi dan Pemilu akan sangat menentukan peran-peran KPU di masa depan.