SENGKARUT LEMBAGA PEMILU DI ANTARA TIGA ATURAN: STUDI TERHADAP KIP ACEH
Abstract
Secara kelembagaan KIP Aceh berbeda dengan lembaga pelaksana pemilu lain di Indonesia karena diatur dalam tiga aturan sekaligus, yakni UUPA, UU Pemilu dan Qanun No. 6/2016 jo. Qanun No. 6/2018. Perbedaannya meliputi nomenklatur nama, jumlah anggota dan metode rekrutmen anggota. Tulisan ini berusaha mengkritisi keberadaan KIP Aceh dan mencari jalan keluar atas tumpang tindihnya dasar hukum KIP Aceh. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, tulisan ini mengkaji norma-norma dasar hukum pembentukan KIP Aceh. Penyelesaian konflik norma hukum bagi KIP Aceh dapat dilakukan dengan menerapkan asas preferensi hukum. Berdasarkan asas tersebut, sejatinya aturan bagi KIP Aceh harus disesuaikan dengan UU Pemilu, bukan dengan UUPA. Sebab UUPA nyatanya bukanlah aturan khusus pemilu, melainkan aturan umum tentang kewenangan pelaksanaan otonomi khusus Aceh, dan di dalamnya hanya mengatur sedikit tentang pelaksanaan dan kelembagaan pemilu. Sehingga apabila ada aturan yang lebih khusus tentang pemilu, berdasarkan asas preferensi hukum, aturan pemilu dalam UUPA harus disesuaikan dengan UU Pemilu yang lebih khusus.