EVALUASI SISTEM PENYELENGGARA PEMILU SERENTAK 2019 DITINJAU DARI BEBAN KERJA PENYELENGGARA PEMILU (ADHOC)
Abstract
Pilpres 2019 menjadi bagian dari Pemilu Serentak pertama di Indonesia dalam sejarah. Selain memilih Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu 2019 juga memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Hal ini diatur dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dan diakomodasi dalam UU Pemilu tahun 2017. Penyelenggaraan pemilu serentak 2019 bertujuan agar lebih efisien, baik dari sisi waktu juga anggaran dana. Pada pelaksanaannya, kompleksitas Pemilu Serentak memberikan duka mendalam. Tercatat, 527 petugas KPPS meninggal dan 11.239 sakit. Jika dilihat dari sisi teknis KPPS memiliki jenis pekerjaan yang berlipat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kegagalan pemilu serentak 2019 dalam mengantisipasi terhadap dampak sistem Pemilu yang dibuat. Teori yang digunakan adalah teori efektivitas pemerintahan (governability) Scott Mainwaring yang setidaknya ditentukan oleh tiga hal: Pertama, pilihan atas sistem pemerintahan yang digunakan; Kedua, pilihan atas sistem pemilu; serta Ketiga, pengaturan waktu penyelenggaraan. Metodologi yang digunakan adalah kualititatif dengan pendekatan studi kasus. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa harus ada evaluasi yang mendalam terhadap sistem pemilu serentak. Diantaranya, dengan mengupayakan kembali perwujudan desain pemilu serentak nasional (capres-cawapres, DPR dan DPD) dan lokal (DPRD). Selain itu,
mengoptimalkan rekrutmen petugas dan bimbingan teknis. Terakhir, mempertimbangkan secara serius penerapan teknologi rekapitulasi suara secara elektronik untuk mengurangi beban pengadministrasian pemilu yang melelahkan di TPS agar kejadian serupa tidak berulang.